JAKARTA - Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah tidak mampu dinikmati oleh rakyat lantaran 75–80 persen sumber daya energinya dikelola oleh asing. Sementara, hanya 20 – 25 persen oleh Pertamina.
Sementara itu, kebijakan pemerintah tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM) maupun kenaikan harga BBM tidak wajar karena kebijakan tersebut menunjukan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara untuk kepentingan rakyat
Demikian disampaikan mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu dalam Dialog Publik bertema "Kenaikan BBM dan Kejahatan Konstitusi" di Balai Kartini, Jakarta hari ini. Acara yang diselenggarakan oleh Laskar Ampera Arif Rahman Hakim 66 (LA ARH’66), Gerakan Rakyat Menggugat (GERRAM) dan Forum Komunikasi dan Solidaritas Mahasiswa Jakarta 1998 (FKSMJ’98) ini juga dihadiri oleh ratusan mahasiswa, pemuda dan rakyat.
Ryamizard berharap ke depan Indonesia bisa lebih stabil menjaga stabilitas ekonomi terkait kemandirian dan ketahanan energi sehingga mampu keluar dari ketergantungan impor. Seperti diketahui, saat ini dua per tiga persen BBM yang dikonsumsi dalam negeri didapat dari impor.
"Sehingga pengelolaan energi harus dikelola dengan baik agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Ini penting untuk peningkatan ekonomi dan ketahanan nasional," ujar Ryamizard.
Di tempat yang sama, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie mengatakan pemberian kompensasi oleh pemerintah atas kenaikan harga BBM atau bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tidak lebih dari sekadar pencitraan elit politik tertentu.
"BLSM itu omong kosong, tidak berdasarkan perhitungan matang karena memang kepentingan sebenarnya untuk pencitraan semata," ujar Kwik.
Terlebih, Kwik mengetahui fakta pembagian BLSM tidak merata. Banyak warga yang seharusnya mendapatkan kompensasi dari pemerintah justru tidak dapat. Sementara, warga yang seharusnya tidak menikmati kompensasi justru dapat menikmatinya.
"Dari mana pemerintah bisa mengetahui kategori warga yang bisa menerima BLSM? Apa mereka mengenali masyarakatnya? Kok bisa-bisanya program pencitraan besar-besaran ini dijalankan?" ujar Kwik.
Sementara itu, aktivis 98 Nuryaman Berry Hariyanto menyatakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM telah melanggar konstitusi. Pasalnya pemerintah justru melakukan kejahatan konstitusi dalam tata kelola dan tata niaga Migas. Pemerintah telah menempatkan Migas sebagai salah satu cabang produksi yang dikuasai asing atas nama pasar bebas.
"Pelanggaran konstitusi turunannya adalah semena-menanya pemerintah terhadap undang-undang. Artinya, ketika BBM subsidi dinaikkan jadi Rp 6.500 tapi pemerintah belum membuka soal harga pokok produksi," jelas Berry.
Maka, lanjut Berry, adalah kebohongan publik jika pemerintah menyebut harga BBM di Indonesia adalah yang paling murah jika melihat kualitasnya yang buruk. Selain itu, masih banyak lagi kebohongan pemerintah yang selama ini dibiarkan rakyat.
"Kita ini penghasil minyak mentah, kita itu nomor dua setelah Venezuela. Tidak mungkin sebagai penghasil minyak mentah APBN jebol. Kenaikan BBM bersubsidi itu pembodohan publik," demikian Berry.
Source: waspada online