Komputer aksesoris

Selanjutnya»

Selasa, 02 Juli 2013

Cinta dalam Kardus, Pelajaran Cinta dari Raditya Dika






"COMEDY is a tragedy plus time," kata Woody Allen.

Saya mendapat kata-kata di atas dari sebuah esai Catatan Pinggir Goenawan Mohamad di majalah Tempo. Menonton Cinta Dalam Kardus, film yang dibintangi Raditya Dika, ikut ditulisnya dan disutradarai sedikit banyak saya teringat pada gaya bertutur Woody Allen.
Lewat Cinta Dalam Kardus bolehlah kini Raditya Dika ditahbiskan sebagai "Woody Allen-nya Indonesia". Sebuah julukan yang rasanya mungkin sudah digagas Dika bahkan sejak ia masih kuliah di Australia dahulu di awal 2000-an--sebelum ia menerbitkan buku Kambing Jantan dan main versi film bukunya itu.
Ketika kuliah di Australia dulu, Radit pertama kali belajar serius stand-up comedy. Beruntung di dekade kedua abad ke-21 ini, stand-up comedy mendadak jadi tren di tanah air. Komedi jenis ini kemudian merangsek menjadi bagian dari budaya populer arus-utama, punya penggemar dan acara TV sendiri. Radit, yang sudah membekalli diri dengan ilmu stand up comedy sejak jauh hari, kemudian menjadi "tokoh" dari tren baru ini.
Konon, saking banyak comic--sebutan pelawak di ranah stand-up comedy—yang bergaya ngeelawak mirip Radit sampai muncul istilah "Radit Style".
Lewat Cinta Dalam Kardus, Radit mengekplorasi kemampuannya sebagai comic sekaligus aktor. Bagi penonton tetap serial Malam Minggu Miko di Kompas TV mudah saja menyebut film ini sekadar versi layar lebar dari serialnya. Apalagi Radit di sini berperan sebagai Miko, dan di awal film ada Rian serta Mas Anca pula—dua karakter lain dari Malam Minggu Miko.
Tapi sejatinya, Cinta Dalam Kardus adalah pelajaran paripurna tentang cinta dari Raditya Dika. Lain tidak.
Cinta Dalam Kardus meminjam sebuah format bertutur unik dan terhitung berani bagi jagat sinema nasional. Filmnya tak beralur linear. Melainkan berwujud monolog dan dialog. Bagi yang tak terbiasa engan cara bertutur begini, filmnya mungkin bakal dicap membosankan. Tapi, bila meresapi setiap kata dari mulut Radit maupun tokoh-tokohnya, banyak pelajaran yang bisa diambil.
Dalam Cinta Dalam Kardus kisah dibawakan Dika sambil bermonolog, melawak stand-up comedy di kafe langganannya. Di tengah panggung, Dika sebagai Miko membawa serta kardus berisi berbagai benda kenangan dari mantan-mantan gebetannya.
Dika bercerita dan mengutarakan pandagannya yang skeptis tentang cinta. Intinya, kata Miko, jatuh cinta malah berujung jadi BTB (bebubah tidak baik) alias jadi orang yang beda. Miko pernah jadi "orang lain" ketika berpacaran. Ikut kemauan ceweknya bergaya anak band, misalnya.
Sambil bermonolog menceritakan berbagai kisah cintanya serta berdialog dengan penonton yang justru optimis akan cinta, kita melihat Miko "tumbuh" dan berubah. Dari yang skeptis menjadi yakin akan cinta yang dipilihnya. Makna BTB yang semula "berubah tidak baik" menjadi "berani tumbuh bareng."
Inilah rumus pacaran Raditya Dika yang ditambahkannya dalam kamus cinta ABG kiwari. Jatuh cinta dan berpacaran sejatinya bukanlah berubah menjadi orang lain demi pacar/pasangan, melainkan tumbuh bersama orang yang kita sayang. Karena kita sudah memilih tumbuh bersama pasangan, kita mengambil resiko itu.